Latest News

Kisah Rasulullah 147+

 


*KISAH RASULULLAH ﷺ*

Bagian tambahan

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد



*pengantar*


Perang Tabuk adalah perang terakhir dalam perjalanan dakwah Rasulullah ﷺ dan juga merupakan perang terbesar pada masanya. Dalam rangkaian *Kisah Rasulullah* telah saya tampilkan pada Bagian 143. Kali ini saya tampilkan kisahnya versi majalah As-Sunnah, disertai catatan kaki.


*PERANG TABUK ATAU AL-‘USRAH* [1]



*Mengapa dinamakan PERANG TABUK dan AL-‘USRAH*


Imam Muslim[2] meriwayatkan, perjalanan Nabi ﷺ dan para Shahabatnya yang sedang menuju Tabûk. Dalam hadits itu disebutkan bahwa Nabi ﷺ  bersabda:


إِنَّكُمْ سَتَأْتُوْنَ غَدًا إِنْ شَاءَ اللهُ عَيْنَ تَبُوْكَ وَإِنَّكُمْ لَنْ تَأْتُوْهَا حَتَّى يُضَحَّى النَّهَارُ فَمَنْ جَاءَهَا مِنْكُمْ فَلاَ يَمُسَّ مِنْ مَائِهَا شَيْئًا حَتَّى آتِيَ


"Insya Allâh besok kalian akan sampai di mata air Tabûk, dan sungguh kalian tidak akan sampai ketempat itu kecuali setelah waktu agak siang dan barangsiapa sampai lebih dahulu maka janganlah dia menyentuh airnya sedikit pun sampai aku datang (ke tempat itu)"


Dalam hadits ini, Rasûlullâh ﷺ menamakannya dengan Tabûk, padahal tempat itu belum didatangi oleh siapa pun sebelumnya.[3]


Peperangan ini juga dinamakan dengan perang *al-‘usrah* (kesulitan) berdasarkan riwayat Imam al-Bukhâri[4] yang sanadnya sampai ke Abu Musa al-Asya’ari رضي الله عنه. Beliau رضي الله عنه berkata:


أَرْسَلَنِي أَصْحَابِي إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَسْأَلُهُ الْحُمْلَانَ لَهُمْ إِذْ هُمْ مَعَهُ فِي جَيْشِ الْعُسْرَةِ وَهِيَ غَزْوَةُ تَبُوكَ


"Saya diutus oleh para sahabatku kepada Rasûlullâh ﷺ untuk menanyakan tentang kendaraan (tunggangan) yang bisa membawa mereka ketika mereka ikut Beliau ﷺ dalam pasukan al-Usrah yaitu perang Tabûk"


Berdasarkan ini,  imam al-Bukhari[5] memberi judul peperangan ini dengan Bab _Ghazwati Tabûk wa hiya Ghazwatu al-‘Usrah._


Dari riwayat Abu Musa al-‘Asya’ri رضي الله عنه di atas tergambar jelas kesulitan yang dialami oleh para Shahabat dalam peperangan ini. Kesulitan itu meliputi kesulitan harta, perbekalan dan kendaraan.


Imam Muslim[6] meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah رضي الله عنه yang menceritakan berbagai kesulitan dan kekurangan yang dialami kaum Muslimin dalam perjalanan mereka ini sampai harus bertahan hanya dengan satu kurma dengan meminum air, setiap kali mereka menghisap kurma tersebut tanpa memakannya. Allâh عز وجل juga menyebutkan kesulitan yang dialami kaum Muslimin ini dalam firman-Nya:


لَقَدْ تَابَ اللَّهُ عَلَى النَّبِيِّ وَالْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ الَّذِينَ اتَّبَعُوهُ فِي سَاعَةِ الْعُسْرَةِ مِنْ بَعْدِ مَا كَادَ يَزِيغُ قُلُوبُ فَرِيقٍ مِنْهُمْ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ ۚ إِنَّهُ بِهِمْ رَءُوفٌ رَحِيمٌ


"Sesungguhnya Allâh telah menerima taubat nabi, orang-orang Muhajirin dan orang-orang Anshar yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allâh menerima taubat mereka itu."

[At-Taubah/9:117]



*Penyebab Perang Tabuk*


Perang Tabûk terjadi pada bulan Rajab tahun kesembilan Hijriyyah, yaitu enam bulan setelah pengepungan Thâ’if[7].  Para Ahli sejarah menyebutkan beberapa sebab terjadinya perang Tabûk, ada yang menyebutkan karena Rasûlullâh ﷺ mengetahui Hiraklius (Raja Romawi) mempersiapkan pasukan besar yang terdiri atas pasukan romawi dan sekutunya dari beberapa kabilah arab.[8]


Sementara al-Ya’qubi menyebutkan bahwa sebabnya adalah membalas  kematian Ja’far bin Abu Thâlib.[9]


Ibnu Asâkir rahimahullah menyebutkan sebab yang lain yaitu ketika orang-orang yahudi mendatangi Rasûlullâh ﷺ dan mengatakan ke Beliau ﷺ , “Jika engkau benar seorang Nabi maka datanglah ke Syam! Karena Syam adalah negeri Mahsyar dan negeri para Nabi.”

Maksud dan tujuan melontarkan tantangan ini adalah menipu dan ingin melihat kaum Muslimin celaka ketika harus berhadapan dengan pasukan Romawi. Ketika kaum Muslimin sampai di daerah Tabûk, Allâh عز وجل  menurunkan ayat:


وَإِنْ كَادُوا لَيَسْتَفِزُّونَكَ مِنَ الْأَرْضِ لِيُخْرِجُوكَ مِنْهَا


"Dan sesungguhnya mereka hampir menjadikanmu gelisah di negeri (Makkah) untuk mengusirmu darinya"

[Al-Isrâ’/17:76]


Pendapat yang lebih kuat adalah pendapat yang disebutkan oleh Ibnu Katsir rahimahullah yaitu Rasûlullâh ﷺ ‘alaihi wa sallam berniat untuk memerangi Romawi karena mereka orang yang paling dekat dengan Nabi ﷺ ‘alaihi wa sallam secara geografis dan yang paling berhak untuk menerima dakwah Islam karena letak mereka berdekatan dengan Islam dan kaum Muslimin.  Allâh عز وجل  telah berfirman:


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قَاتِلُوا الَّذِينَ يَلُونَكُمْ مِنَ الْكُفَّارِ وَلْيَجِدُوا فِيكُمْ غِلْظَةً ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ


"Wahai orang orang beriman perangilah orang orang kafir yang di sekitar kalian dan hendaklah mereka mendapatkan sikap keras yang ada pada kalian dan ketahuilah, bahwsanya Allâh bersama orang orang yang bertakwa"

[At-Taubah/9:123]


Apa yang dilakukan Rasûlullâh ﷺ merupakan bentuk penerapan hukum jihad secara umum untuk memerangi semua orang-orang kafir termasuk ahlu kitab yang menghalangi tersebarnya dakwah dan memperlihatkan permusuhan.



*Kebutuhan Terhadap Biaya yang Besar*


Pada perang ini, Rasûlullâh ﷺ menganjurkan para Shahabat untuk berinfak, karena jarak yang akan ditempuh agak jauh juga jumlah pasukan kaum musyrikin banyak. Beliau ﷺ menjanjikan ganjaran yang besar dari Allâh عز وجل  bagi mereka yang berinfak pada perang ini.


Mendengar ini, para Shahabat berinfak sesuai dengan kemampuannya. Utsman bin Affân رضي الله عنه menjadi shahabat yang paling banyak mengeluarkan infak kala itu, sebagaimana disebutkan dalam beberapa hadits dan atsar berikut:


Imam al-Bukhâri[10] meriwayatkan, bahwa Rasûlullâh ﷺ bersabda:


مَنْ جَهَّزَ جَيْشَ الْعُسْرَةِ فَلَهُ الْجَنَّةُ


Barangsiapa menyiapkan pasukan ‘Usrah maka baginya surga


Lalu Utsman Radhiyallahu anhu  melakukannya.


Pada saat Utsman رضي الله عنه dikepung di rumahnya beliau mengingatkan mereka dengan mengatakan, “Bukankan kalian telah mengetahu Rasûlullâh ﷺ ‘alaihi wa sallam berkata, “Barangsiapa mempersiapkan pasukan ‘Usrah maka baginya surga,” Kemudian aku melakukannya.” maka mereka membenarkan apa yang dikatakan Utsman رضي الله عنه.

[11]

 

Jumlah infak yang dikeluarkan Utsman mencapai seribu dinar.[12] Disamping itu, Utsmân رضي الله عنه juga mengeluarkan infak dalam bentuk barang dan unta beserta perlengkapannya.[13] Ketika Nabi ﷺ melihat apa yang infakkan oleh Utsmân, Beliau ﷺ bersabda:[14]


مَا ضَرَّ ابْنُ عَفَّانَ مَا عَمِلَ بَعْدَ الْيَوْمِ


"Tidak akan memudharatkan Ibnu Affan apa yang dia lakukan setelah hari ini"


Para Shahabat berlomba berinfak sesuai dengan kemampuan, termasuk para Shahabat g yang miskin.[15] Mereka mengeluarkan harta yang tentu nominalnya tidak banyak dengan malu-malu karena terkadang diejek oleh orang-orang munafik.

Di antara mereka ada yang membawa satu sha’ kurma seperti Khaitsamah al-Anshâri Radhiyallahu anhu, ada juga yang membawa setengah sha’ kurma seperti Abu Uqail رضي الله عنه .


Orang-orang munafik mencela infak mereka yang terlalu sedikit. Namun bukan saja para Shahabat yang miskin yang menjadi sasaran celaan mereka, para Shahabat yang kaya dan berinfak dengan harta yang banyak pun tidak luput dari celaan mereka. Mereka dituduh riya’ (pamer). Lalu Allâh عز وجل menurunkan ayat-Nya:


الَّذِينَ يَلْمِزُونَ الْمُطَّوِّعِينَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ فِي الصَّدَقَاتِ وَالَّذِينَ لَا يَجِدُونَ إِلَّا جُهْدَهُمْ فَيَسْخَرُونَ مِنْهُمْ ۙ سَخِرَ اللَّهُ مِنْهُمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ


"(Orang-orang munafik itu) yaitu orang-orang yang mencela kaum Mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allâh akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka azab yang pedih."

[At-Taubah/9:79]


Sebagian Shahabat ada yang tidak memiliki kemampuan sama sekali untuk bersedekah dengan materi seperti Ulbah bin Zaid رضي الله عنه , namun ini tidak menyurutkan semangat mereka untuk bersedekah dan tidak menurunkan semangat mereka untuk ikut berperang.


Mereka mendatangi Rasûlullâh ﷺ memohon kepada Beliau ﷺ agar diikutkan dalam peperangan ini,  akan tetapi Nabi ﷺ tidak bisa memenuhi permintaan mereka. Akhirnya, dengan berurai air mata sedih, mereka kembali ke rumah karena tidak bisa ikut dalam pertempuran itu.


Demikian juga sikap Nabi ﷺ ketika didatangai Abu Musa al-Asy’ari رضي الله عنه  sebagai utusan dari sebagian shahabatnya untuk meminta agar diikutkan dalam peperangan itu. Rasulullah ﷺ juga tidak bisa memenuhi permintaan mereka.


Selang beberapa lama setelah itu, Beliau ﷺ mengutus Bilal رضي الله عنه untuk memanggil Abu Musa رضي الله عنه dan memberinya enam ekor unta yang dibeli dari Sa’ad, sebagai tunggangan mereka di peperangan ini. [16]  Disebutkan dalam riwayat yang lain Nabi ﷺ memberi mereka lima ekor unta yang didapatkan dari ghanimah.[17]



*Pelajaran Penting* :


Semangat Rasûlullâh ﷺ dalam mendakwahkan Islam


Tetap melaksanakan kewajiban walaupun secara zhahir sangat berat dan berisiko, seperti dalam peperangan ini dengan segala kesulitan yang harus dihadapi berupa jumlah musuh yang lebih banyak, tempat yang jauh dan perbekalan yang minim. Ini tidak menjadi alasan meninggalkan kewajiban berjihad.


Merasa sedih ketika tidak mampu melakukan kewajiban sekali pun secara syar’i sudah boleh untuk meninggalkannya.


Pengorbanan besar Rasûlullâh ﷺ dan para Shahabatnya dalam mendakwahkan Islam.


Orang-orang munafik senantiasa mencela apa pun yang dilakukan oleh orang-orang yang berbuat baik.



_[Disalin dengan sedikit penyuntingan dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun XVIII/1436H/2015. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta.]_

_______

Footnote


[1] Diangkat dari as-Sîratun Nabawiyah fi Dhau’il Mashâdirul Ashliyah, Mahdi Rizqullah, hlm. 613-615


[2] Shahîh Muslim, 4/1784,  hadits no. 706


[3] Lihat ad-Dzahabul Masbuk fi Tahqîq Riwayat Ghazwati Tabûk, hlm. 38, sebuah risalah magister yang sudah dicertak.


[4] Al-Fathu, 16/238,  hadits no. 4415


[5]  Al-Fathu, 16/238.


[6] Shahih Muslim(1/55-56/hadits:27).


[7] Al-Fathu, 16/237).


[8] Al-Wâqidi, al-Maghâzi, 3/989- 990;  Ibnu Sa’di, at-Thabaqât, 2/165


[9] At-Târîkh, 2/67


[10] Al-Fathu, 14/194- 195, Kitâbul Fadhâ’il, Bab Manaqib Utsmân, secara mu’allaq.


[11] Al-Bukhâri,  Al-Fathu, 11/150-151, hadits no. 2778


[12] Ahmad, al-Musnad, 5/53; Shahîh Sunan Tirmidzi, 3/209, hadits no. 2920,3967


[13] At-Tirmidzi, as-Sunan, 9/289-290, hadits no. 3700


[14] Ahmad, al-Musnad, 5/53; Shahîh Sunan Tirmidzi, 3/209, hadits no. 2920 dan 3967


[15] Al-Bukhâri (al-Fathu, 17/211-213,  hadits no. 4668)


[16] Al-Bukhâri (al-Fathu, 16/238-239, hadits no. 4415)


[17] Al-Bukhâri (al-Fathu,16/223, hadits no. 4385)

No comments:

Post a Comment

KBIH Masyarakat Madani Bojonegoro Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Theme images by Roofoo. Powered by Blogger.