Hikmah Haji 2024-6
Layanan penyelenggaraan ibadah haji, semakin tahun akan selalu ditingkatkan. Baik oleh pemerintah setempat selaku pemangku wilayah Haromain, maupun oleh pemerintah kita. Beberapa hal yang di tahun sebelumnya menjadi permasalahan, pada tahun berikutnya akan langsung disempurnakan.
Penyelenggaraan ibadah haji setiap tahun selalu berbeda, karena selalu saja ada perbaikan untuk menyempurnakan. Perbedaan ini bukan cara ibadahnya, tetapi tata cara penyelenggaraan non ibadah. Misalnya yang terkait dengan konsumsi jamaah haji.
Kami dulu pada tahun 2000, 2004, 2005 dan 2010, konsumsi ditanggung sendiri oleh jamaah. Sehingga setiap jamaah membawa beras serta bahan makanan lain sesuai selera. Tak ketinggalan juga beberapa peralatan dapur juga ikut terbawa sampai Mekah, seperti cobek batu.
Saat haji di tahun 2019, beberapa jamaah haji masih ada yang membawa beras. Karena konsumsi makanan haji hanya ditanggung untuk makan siang dan makan malam. Meskipun sesungguhnya pada saat pembagian makan malam, disertakan roti sebagai jatah sarapan pagi. Namun masih banyak saudara kita yang kalau belum makan nasi berarti belum makan. Jadi pada haji tahun itu, masih ada yang membawa cobek batu.
Mulai haji tahun 2023 yang lalu, konsumsi jamaah haji semuanya ditanggung oleh penyelenggara haji, dengan makan 3 kali sehari, seperti halnya pada tahun 2024 ini. Tetapi dengan konsekuensi besaran living cost menjadi separuh dari yang sebelumnya. Karena memang spiritnya living cost, antara lain untuk keperluan konsumsi jamaah.
Semua jamaah haji, memiliki memori rasa yang tersimpan di otak. Karena sudah merekam dan familiar dengan bumbu makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Kalau rawon rasanya dan warnanya ya seperti itu, kalau soto rasanya dan warnanya ya seperti ini, misalkan begitu. Semua itu sudah tersimpan dalam diri kita masing-masing.
Semua makanan yang disajikan di tanah suci menyerupai dengan tempat asal jamaah haji. Bahkan juru masak, chef atau koki, didatangkan dari propinsi asal. Namun entah karena apa, tidak sedikit jamaah yang merasa kurang pas, walau nama masakan dengan rupa dan bumbu yang sama seperti di tanah air. Tetapi banyak pula yang e ge pe dan merasa cocok saja serta dinikmati.
Pada suatu waktu, bunda BimBad mempunyai ide untuk koordinasi makan bersama satu blok kamar hotel yang berhadapan, sekitar 10 kamar. Memasak nasi, merebus sayur, sambel pecel, kering tempe, abon, beli kerupuk, dan masih banyak lagi. Menggelar plastik dan tikar di lorong depan kamar, kami semua makan bersama.
Ya Allah, nikmatnya bukan main. Padahal biasanya kami juga menambah abon, kering tempe, sambel pecel dan yang lain. Makan bersama berjamaah, dengan sedikit agak berebut, makanan yang biasa, menjadi sesuatu yang lebih nikmat. Semua jamaah merasakan seperti itu, hal itu diulang beberapa kali.
Memang, memasak sendiri yang fresh dengan bumbu yang dibawa dari desa akan lebih sedep, walau bahan kita beli di tanah suci. Hal ini ditunjang oleh peralatan masak minimalis dengan daya listrik yang menjadi andalan para jamaah.
Makan bersama ala kenduri yang diadakan hampir di penghujung rangkaian ibadah haji ini, seakan menjadi obat kangen makanan di desa. Hal ini baru bisa dilaksanakan, karena tugas utama telah tertata rapi, termasuk ijin Tarwiyah ke Mina pada 8 Dzulhijjah dan survey jalan kaki terdekat dari hotel ke Masjidil Harom.
Semoga kita selalu sehat. (Abk)
No comments:
Post a Comment