Tafakur adalah perenungan yang dilakukan untuk mendapatkan suatu inti atau hasil dalam mencapai kebeningan pikiran dan hati sehingga dapat menjadikan hidup ini lebih berharga dan dimanfaatkan untuk kebaikan dan kedekatan bersama Tuhan. Tafakur berasal dari bahasa arab, Tafakkara, yang berarti memikirkan atau mempertimbangkan perkara. Dalam KBBI, tafakur berarti renungan, perenungan, merenung, menimbang-nimbang dengan sungguh-sungguh, atau berarti pula mengheningkan cipta.
Tafakur ( berpikir ) secara terminologis adalah nama untuk proses kegiatan kemampuan akal pikiran di dalam diri manusia, baik yang berupa kegiatan hati, jiwa, atau akal melalui nalar dan renungan. Tujuannya untuk mencapai makna-makna yang tersembunyi dari suatu masalah, atau ketetapan hukum, atau asal usul korelasi antar permasalahan. Tafakur adalah proses mengamati, menganalisis, dan merenungkan antara satu unsur dengan unsur yang lain. Dari proses tersebut, lahirlah pendapat atau kesimpulan yang mampu mendekatkan diri kita pada Allah SWT. Tafakur adalah proses mengamati dan merenungkan semua ciptaan Allah SWT yang ada di muka bumi, sehingga mampu mengokohkan keimanan. Ujung dari orang yang senantiasa bertafakur adalah ia akan tercengang dan terkagum-kagum akan kekuasaan Allah SWT yang tidak terhingga.
Berinteraksi dengan ayat-ayat yang berkaitan dengan fenomena alam. Aisyah pernah berkata, “Wahai Rasulullah, aku melihat orang-orang jika mereka melihat awan, maka mereka gembira karena berharap turun hujan. Namun aku melihat engkau jika engkau melihat awan, aku tahu ketidaksukaan di wajahmu.” Rasulullah saw. menjawab, “Wahai Aisyah, aku tidak merasa aman jika di situ ada adzab. Sebab ada suatu kaum yang pernah diadzab dikarenakan angin, dan ada suatu kaum yang melihat adzab seraya berkata, ‘Ini adalah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami’.” (Muslim no. 899). Begitulah Rasulullah saw. berinteraksi dengan fenomena alam. Bahkan, jika melihat gerhana, terlihat raut takut di wajah beliau. Kata Abu Musa, “Matahari pernah gerhana, lalu Rasulullah saw. berdiri dalam keadaan ketakutan. Beliau takut karena gerhana itu merupakan tanda kiamat.”
Fenomena penciptaan alam semesta beserta segala isinya adalah bukti nyata Kemahakuasaan Sang Khalik. Orang beriman sebagai makhluk yang berpikir disuruh untuk merenungi, betapa hebat kekuasaan Allah SWT yang telah menciptakan segala sesuatu. Ahli agama dan filsafat tempo dulu sudah bertafakur tentang hakikat alam semesta. Banyak orang yang akhirnya menyadari keberadaan Tuhan dengan merenungi ciptaan-Nya. Seperti Nabi Ibrahim AS yang juga menemukan Rabbnya melalui tafakur.
إِنَّ فِي خَلۡقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَٱخۡتِلَٰفِ ٱلَّيۡلِ وَٱلنَّهَارِ لَأٓيَٰتٖ لِّأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِ ١٩٠ ٱلَّذِينَ يَذۡكُرُونَ ٱللَّهَ قِيَٰمٗا وَقُعُودٗا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمۡ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلۡقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ رَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ هَٰذَا بَٰطِلٗا سُبۡحَٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ ١٩١
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka (QS Ali Imran [3]:190-191).
Ayat ini merupakan bantahan bagi kaum Yahudi yang mengklaim kefakiran Allah (Innallaha ta’ala faqirun wa nahnu aghniyaa). Maka melalui ayat kauniyah ini, Allah menunjukkan betapa Maha Kaya-Nya Allah, sedangkan hamba-Nya justru sangat membutuhkan-Nya. Hanya Allah-lah yang mampu menciptakan alam semesta dan segala isinya sekaligus mengatur segala urusan makhluk di dalamnya. Namun hal ini tidak dapat dipahami kecuali hanya orang-orang berakal sempurna dan logika yang sehat, yang disebut sebagai ulul albab.
Bertafakur dan merenung adalah model berpikir yang dianjurkan dalam Islam. Ayat ini menyuruh umat Islam untuk merenungi fenomena yang terjadi di alam semesta. Tujuannya, agar bertambah keimanan di dada seorang hamba setelah ia menyadari betapa hebat kuasa Allah SWT yang mengatur alam tempat ia berada. Rasulullah SAW dalam Hadisnya juga mengatakan, “Merenung sesaat lebih besar nilainya daripada amal-amal kebajikan yang dikerjakan oleh dua jenis makhluk (manusia dan jin).” (HR Ibnu Majah).
Artinya, Allah SWT lebih menghargai orang yang bertafakur dan menyadari hakikat dirinya sebagai makhluk dan Allah SAW sebagai Khalik, daripada seseorang yang hanya sibuk beribadah tanpa menyadari untuk siapa ia melakukan itu. Dalam konsep kaum sufi , tafakur tidak hanya sekadar untuk mengetahui dan menetapkan adanya Tuhan, tetapi lebih dari itu, untuk mencari nilai dan rahasia dari suatu objek yang sedang dipikirkan dan di renungkannya sebagai makhluk yang di ciptakan Tuhan tanpa sia-sia.
Filsuf Islam abad ke-20 Sayid Hussein an-Nasr mengatakan, kosmologi sufi dengan demikian bertalian dengan aspek-aspek kualitatif dan simbolik benda-benda, bukan dengan aspek-aspek kuantitatif benda- benda. Ia menangkap, ada cahaya di atas benda- benda sehingga dengan demikian, benda- benda itu menjadi objek perenungan (tafakur) yang bernilai, mudah dimengerti serta jernih, dan hilang kekaburan serta kegelapannya.
Ayat kauniyah membahas tentang kejadian alam (kosmos) yang mengindikasikan ada sesuatu yang terkandung di balik tanda itu. Tanda itu harus diper hatikan dan direnungkan untuk mengetahui arti yang terkandung di dalamnya. Jadi, tafakur atau memikirkan dan merenungkan kosmos ini adalah anjuran yang jelas dan tegas dalam Al-Quran.
Menurut kalangan kaum sufi, bertafakur adalah suatu jalan untuk memperoleh pengetahuan tentang Tuhan dalam arti yang hakiki. Imam al-Ghazali mengatakan, inilah yang diwadahi oleh tasawuf untuk merenung dan bertafakur, yang selanjutnya menjadi jalan yang akan membawa pada kebenaran hakiki. Al-Ghazali mengatakan, pemahaman, pemikiran, dan perenungan tersebut dimulai dari hati yang berpusat di dada, bukan dilakukan melalui akal yang berpusat di kepala.
Umat Islam disuruh untuk bertafakur dan merenungi ciptaan Allah dan dilarang untuk memikirkan Zat Allah SWT. Kerdilnya ilmu yang dimiliki manusia tidak akan sanggup untuk membahas Zat Allah yang Maha Luas. Al-Qur'an menegaskan, berpikir dan merenung tentang kejadian alam dengan segala fenomenanya ini dapat dijadikan tanda adanya sang Pencipta, yaitu Allah SWT.
Keutamaan tafakur adalah membuat seseorang semakin mengenal Allah. Orang yang gemar bertafakur akan mengetahui betapa besar kekuasaan Allah, sehingga timbul rasa cinta sekaligus takut kepada Allah. Tafakur juga membuat seseorang mudah untuk mengetahui dan mengenali mana yang benar dan mana yang batil. Para ulama sufi menyebut tafakur sebagai pelita hati, karena dengan tafakur seseorang mengenal Tuhan-Nya dan bisa mengenali petunjuk dari-Nya. Inilah yang kemudian mendorong seseorang semakin bertaqwa kepada-Nya....
Semoga kita selalu sehat.
Sumber Wag Ust H A Kusuma.
No comments:
Post a Comment